This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 18 Maret 2011

TERDAMPAR DI POJOK SAMUDERA

Di relung-relung perbukitan kapur di sudut sebuah dusun bernama Ngrombo berdiri sebuah madrasah kecil. Memang benar madrasah ini adalah madrasah kecil, didirikan di dusun kecil dan terpencil, pendirinya pun juga cuman orang kecil. Semakin lengkaplah predikatnya sebagai madrasah kecil, sebab ruangan kelasnya juga berukuran mungil.

Semenjak aku dihijrahkan oleh suasana seribu rasa menghampiriku, antara sedih dan gembira saling beradu rasa. Rasa nyaman kini kian menghampiriku setelah bertemu dengan rekan sejawat yang penuh semangat dan siap bahu membahu membesarkan madrasah ini. Sempat heran pula melihat potensi sebesar ini tidak maksimal dieksplorasi, coba jika semua lini bisa bersinergi bukan hal yang mustahil madrasah ini bisa kesohor ke penjuru jagad.

Ada sedikit cerita tentang salah satu guru MI YAPPI BALONG, orang mungkin mengenal guru yang satu ini hanyalah seorang guru kelas kampung yang nyambi usaha tambal ban dan jualan bensin di sebuah tikungan jalur ke pantai Wediombo Kecamatan Girisubo Gunungkidul. Ngudi Lestari nama, orang sudah tidak asing lagi di lingkungan desa Jepitu Girisubo, bapak tiga orang anak ini menyimpan kisah yang unik dan menarik untuk kita simak. Ngudi Lestari yang jebolan PGAN Pakem sempat merantau ke Jakarta untuk mencari kerja, dan akhirnya terdampar di kawasan industri di kota Tangerang. Di kota ini Pak Ngudi bekerja sebagai buruh di pabrik forniture, sebagai buruh kebanyakan aktifitasnya diisi dengan bekerja dari pagi hingga sore atau sebaliknya tergantung sift. Buruh yang satu ini lain dari buruh kebanyakan Ngudi Lestari mempunyai bakat alam menulis puisi/sastra. Ngudi Lestari remaja tekenal dengan keberaniannya mendobrak ketidak adilan memperjuangkan kepentingan hak-hak buruh. Semangatnya itu yang banyak mengilhami karya-karya puinsinya, bahkan karyanya sempat diekspose diberbagai media masa seperti Jurnal Budaya Literasi, Muara Sastra (Tegal), Pikiran Rakyat (Ed. Cirebon), DIKSI (Palembang). Dimasa kejayaannya Ngudi Lestari yang mempunyai nama samaran (DINGU RILESTA) bersama teman-temannya merintis mendirikan Komunitas Budaya Buruh Tangerang dan sekaligus didaulat sebagai ketuanya.

Pemuda jebolan Pakem ini sering dijuluki "CAH EDAN" mungkin karena keberanian dan kekonyolannya, sempat diceritakan ketika ia di ciduk aparat karena dituduh memprofokasi buruh-buruh pabrik untuk mogok kerja, ketika diinterogasi aparat dengan penuh semangan bertanya seputar kasusnya memakai bahasa Indonesia ...e alah.....dia malah menjawab dengan bahasa Jawa....jadi babar blas gak nyambung. Percakapan dengan aparat itu juga ia ekspresikan dalam sebuah puisi yang berjudul "Percakapan Dingu, Puisi dan Polisi".

Kehidupan Ngudi Lestari berubah 180 derajad setelah ia memutuskan untuk hijrah ke kampung halaman istrinya di Gunungkidul. Ia tinggalkan hiruk pikuk ibu kota serta derungan mesin-mesin pabrik, di desa ia menemukan kedamaian dan ketentraman batin yang selama ini ia rindukan. Berbekal ilmu yang ia peroleh di PGA (Pendidikan Guru Agama) dan pengalamannya di Jakarta, Ngudi Lestari memutuskan untuk membantu mengajar disebuah madrasah di desanya. Pekerjaan yang satu ini jauh berbeda dengan aktivitasnya semasa dipabrik namun hal ini tidaklah canggung bagi DINGU RILESTA/Ngudi Lestari sebab semasa ia menjadi aktifis buruh ia sering diundang ceramah di kampus-kampus serta di forum-forum budaya.
Sebagai kawan saya patut bangga ternyata madrasah kita punya Guru yang berkelas seperti pak Ngudi Lestari, sayang ibarat HP orang kebanyakan hanya melihat dari kesingnya saja, tapi tidak mau melihat lebih dalam lagi siapa, dan bagaimana to sebenarnya ia......Diakhir percakapan dengan Pak Ngudi Lestari, ia sempat bertutur merindukan bisa menulis lagi seperti dulu. Penggemar puisi-puisi pak Ngudi Lestari (Dingu Relista) sekarang ini juga masih menanti karya-karyanya namun mereka sempat kehilangan jejak kemana penyair ini berada.


Sebagai pengobat rindu akan kita tampilkan salah satu karya Dingu Rilesta

TOLONG CATAT PERIHKU

Jika aku tak nulis puisi nanti
tolong katakan pada tuan penyair
sesungguhnya aku telah di-phk
dan aku tak berada di pabrik
lantaran puisiku tertulis di sana
di sela kesibukan jam kerja 

...........(1996)


Haiiiiii...........kawan penyair itu kini TERDAMPAR DI POJOK SAMUDERA...


wassalam (by maz_dipo)